Oleh: Wilson Colling , S.H., M.H. Praktisi Hukum dan Penulis Aktif di Media Sosial
𝙅𝙖𝙠𝙖𝙧𝙩𝙖 -WCALAWFIRM, Mafia tanah bukan sekadar kejahatan biasa, tetapi fenomena yang telah mengakar dan mengancam stabilitas hukum serta hak kepemilikan yang sah. Dengan memanfaatkan celah dalam sistem administrasi pertanahan, kelompok ini beroperasi secara sistematis, melibatkan berbagai aktor mulai dari oknum birokrasi, aparat penegak hukum, hingga spekulan yang mencari keuntungan dari lemahnya pengawasan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam berbagai kasus yang muncul, pola yang terlihat menunjukkan bahwa permainan kotor ini sering kali tidak dapat berjalan tanpa keterlibatan orang dalam. Fakta di lapangan mengungkapkan bahwa sebagian besar sengketa tanah yang terjadi selalu bersinggungan dengan praktik korupsi dan manipulasi data kepemilikan. Oknum di lingkungan lembaga pertanahan, yang seharusnya menjaga transparansi dan legalitas, justru sering menjadi bagian dari skema kecurangan yang merugikan masyarakat. Dengan posisi strategisnya, mereka memiliki akses terhadap dokumen-dokumen penting yang dapat dimanipulasi untuk mengalihkan hak kepemilikan secara ilegal.
Selain keterlibatan pejabat internal, peran spekulan dan makelar tanah dalam praktik mafia tanah juga sangat dominan. Mereka tidak hanya mencari celah hukum untuk menguasai lahan strategis, tetapi juga menggunakan berbagai cara untuk mengaburkan jejak kejahatan mereka. Pemalsuan sertifikat, penguasaan fisik secara paksa, hingga manipulasi dokumen di lembaga pertanahan menjadi modus yang paling sering digunakan. Celah hukum dan lemahnya pengawasan memungkinkan mereka melakukan aksinya dengan minim risiko, bahkan dalam beberapa kasus, mereka justru mendapat perlindungan dari oknum tertentu di pemerintahan.
Kasus mafia tanah sering kali menyeret korban ke dalam lingkaran sengketa yang panjang dan melelahkan. Banyak pemilik tanah yang sah harus berjuang di meja hijau untuk mempertahankan haknya, tetapi proses hukum yang berbelit-belit membuat keadilan sulit didapat. Tidak jarang, korban menghadapi intimidasi, ancaman, hingga kriminalisasi oleh pihak-pihak yang memiliki kekuatan politik dan ekonomi.
Dampaknya tidak hanya merugikan individu, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi dan sosial. Ketidakpastian hukum dalam kepemilikan tanah dapat menghambat investasi dan pembangunan, serta menciptakan keresahan di tengah masyarakat. Jika dibiarkan, praktik mafia tanah bisa menjadi ancaman serius bagi sistem hukum dan tata kelola pertanahan di Indonesia.
Pemerintah dan aparat penegak hukum memiliki tanggung jawab besar untuk memberantas mafia tanah. Langkah-langkah tegas harus diambil, termasuk reformasi birokrasi di Kementerian ATR/BPN, peningkatan transparansi dalam administrasi pertanahan, serta pemberian sanksi berat bagi pelaku yang terlibat. Tanpa tindakan konkret, kejahatan ini akan terus berkembang dan semakin sulit diberantas.
Di sisi lain, masyarakat juga perlu meningkatkan kewaspadaan agar tidak menjadi korban mafia tanah. Memastikan legalitas dokumen kepemilikan, melakukan pengecekan rutin di Badan Pertanahan Nasional, serta segera melaporkan jika menemukan indikasi kecurangan adalah langkah-langkah penting untuk melindungi hak atas tanah.
Pemberantasan mafia tanah bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif masyarakat. Tanpa sinergi antara semua pihak, kejahatan ini akan terus menggerogoti sistem hukum dan menciptakan ketidakpastian bagi pemilik tanah yang sah. Jika hukum tidak ditegakkan dengan tegas, maka kepercayaan masyarakat terhadap keadilan akan semakin terkikis.