Jakarta – Perhimpunan Mahasiswa Pemuda Kepulauan Obi (PMP-KO) Jabodetabek mengecam keras tindakan intimidasi yang menimpa dua anggotanya, Fridolin Totononu dan Sesi Adelia Kurama, di asrama mahasiswa.
Insiden tersebut diduga dilakukan oleh dua orang tak dikenal dan dianggap sebagai upaya membungkam kritik mahasiswa terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Intim Mining Sentosa (PT IMS).
Selain itu, PMP-KO menyoroti dugaan keterlibatan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kabupaten Halmahera Selatan yang diduga menggunakan alat negara secara ilegal untuk melakukan intimidasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua PMP-KO, Rolisco Colling, menegaskan bahwa pihaknya akan mengambil langkah hukum.
“Kami telah berkoordinasi dengan tim advokasi dan siap melaporkan kasus ini ke Komnas HAM, Ombudsman RI, serta kepolisian. Jika terbukti ada keterlibatan aparat, kami akan menuntut kejelasan dan pertanggungjawaban hukum,” ujar Rolisco dalam konferensi pers di Jakarta.(15/2/2025)
Rolisco menambahkan bahwa intimidasi ini bukan hanya pelanggaran hak individu, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan berpendapat yang dilindungi konstitusi.
“Kami memperjuangkan hak masyarakat Obi atas lingkungan yang sehat dan transparansi tata kelola tambang. Jika suara kami ditekan, ini merupakan kemunduran demokrasi,” tegasnya.
Berdasarkan rekaman video dan keterangan saksi, salah satu pelaku intimidasi tidak menunjukkan identitas. Belakangan, pria tersebut diketahui bernama Arthur dan diduga berasal dari Badan Intelijen Strategis (BAIS). Namun, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pihak terkait.
Praktisi hukum Wilson Colling, SH., M.H., menilai kasus ini mencerminkan potensi penyalahgunaan aparatur negara.
“Jika benar aparat intelijen terlibat, ini berbahaya karena negara seharusnya melindungi warga, bukan menjadi alat kepentingan bisnis,” kata Wilson.
Wilson meminta pemerintah segera mengusut kasus ini. “Kami mendesak Kapolri dan Panglima TNI menindak tegas oknum yang terlibat. Jika dibiarkan, ini menjadi preseden buruk bagi kebebasan sipil,” tegasnya.
Kasus ini mendapat perhatian luas dari berbagai kalangan. Akademisi, organisasi mahasiswa, tokoh agama, dan masyarakat menyatakan solidaritas terhadap PMP-KO dan mengecam tindakan yang dianggap sebagai pembungkaman aktivis lingkungan. Dalam pernyataan bersama, mereka menyerukan transparansi pemerintah dalam pengelolaan tambang di Kepulauan Obi.
“Kami menolak segala bentuk kriminalisasi mahasiswa. Jika pemerintah tidak bertindak, kami siap menggelar aksi besar-besaran di depan Istana Negara,” kata Wilson Colling.
PMP-KO juga berencana menggelar aksi lanjutan di Kementerian ESDM dan KPK untuk menuntut pencabutan izin PT IMS.
“Kami tidak gentar. Perjuangan ini bukan hanya untuk kami, tetapi demi keadilan bagi masyarakat Obi yang dirugikan,” tutup Rolisco.
Publik kini menanti respons pemerintah dan aparat hukum atas dugaan intimidasi ini. Jika tidak ada langkah konkret, potensi gelombang protes semakin besar.