Jakarta – Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menginstruksikan seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah dari partainya untuk menunda keikutsertaan dalam kegiatan retret yang diselenggarakan oleh pemerintah di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah. Instruksi ini dikeluarkan sehari setelah Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus buron Harun Masiku. (21/2/2025)
Instruksi tersebut tertuang dalam surat bernomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang diterbitkan pada Kamis (20/2). Surat tersebut kemudian disebarluaskan dalam bentuk dokumen elektronik oleh Juru Bicara PDIP, Guntur Romli, melalui aplikasi WhatsApp.
Dalam surat tersebut, Megawati menyampaikan dua poin utama. Pertama, seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP diminta menunda perjalanan ke Magelang yang dijadwalkan berlangsung pada 21–28 Februari 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Diinstruksikan kepada seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah PDI Perjuangan untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21–28 Februari 2025,” demikian bunyi poin pertama dalam surat tersebut.
Megawati juga mengingatkan bahwa bagi kepala daerah yang telah berada dalam perjalanan menuju lokasi retret, mereka diminta untuk segera menghentikan perjalanan dan menunggu arahan lebih lanjut.
“Sekiranya telah dalam perjalanan menuju Kota Magelang, untuk berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum” lanjut isi instruksi tersebut.
Instruksi ini memicu berbagai tanggapan, salah satunya datang dari praktisi hukum Wilson Colling, S.H., M.H., yang mengkritik langkah Megawati. Menurutnya, keputusan tersebut melampaui batas kewenangan seorang ketua umum partai.
“Instruksi ini menciptakan negara dalam negara. Kegiatan retret tersebut diadakan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan bukan merupakan agenda partai. Kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP bukan lagi sepenuhnya milik partai, melainkan pejabat publik yang bertanggung jawab kepada masyarakat” ujar Wilson.
Wilson menilai bahwa tindakan Megawati merupakan bentuk intervensi berlebihan terhadap pejabat publik yang seharusnya tunduk pada kebijakan pemerintah, bukan pada arahan partai.
“Ini situasi yang memprihatinkan. Seolah-olah Ketua Umum PDIP berperan layaknya kepala negara, padahal Presiden Prabowo Subianto selama ini menunjukkan sikap hormat kepada Ibu Megawati. Namun, keputusan ini justru memperkeruh hubungan antara institusi pemerintah dan partai politik” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa pejabat publik harus memisahkan antara kepentingan partai dan tanggung jawab terhadap negara.
“Pejabat publik harus tetap menjalankan tugas sesuai amanat konstitusi dan bukan semata-mata mengikuti perintah partai politik. Ini demi menjaga netralitas dan integritas pemerintahan” pungkas Wilson.
Instruksi Megawati ini memunculkan berbagai spekulasi mengenai dinamika internal PDIP dan hubungannya dengan pemerintahan Presiden Prabowo, terutama di tengah kasus hukum yang melibatkan petinggi partai tersebut.