Halmahera Selatan – Kepala Desa Tawa, Kecamatan Kasiruta Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Bahtiar Hi. Hakim, dilaporkan ke Polres Halmahera Selatan oleh seorang warganya, Raisin Jalil, atas dugaan penipuan dan penggelapan dana santunan kematian dari BPJS Ketenagakerjaan.
Laporan tersebut disampaikan pada Rabu, 23 April 2025 dan telah ditindaklanjuti dengan surat panggilan resmi dari kepolisian dengan Nomor: B/54/IV/2025/SPKT.
Raisin, anak dari almarhum Jalil Ibrahim, dalam keterangannya mengatakan bahwa dana santunan sebesar Rp41.900.000 tidak sepenuhnya diberikan Kades Bahtiar kepada ahli waris. Ia menuding sang Kades telah memotong Rp21.900.000 tanpa persetujuan keluarga dari Almarhum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pemotongan dilakukan sepihak tanpa dasar hukum yang jelas. Dana ini adalah hak penuh keluarga almarhum,” ujar Raisin. (26/4/2025)
Menurut penuturannya, Kades Bahtiar berdalih bahwa Rp2 juta digunakan untuk administrasi dan Rp20 juta lainnya sebagai “dana antisipasi” bagi warga yang belum terdaftar di BPJS namun mengalami musibah.
Namun, alasan tersebut dibantah tegas oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tawa, Masri Abdula.
“Tidak pernah ada musyawarah atau rapat desa yang membahas atau menyetujui pemotongan dana santunan tersebut. Tindakan itu tidak bisa dibenarkan, karena menyangkut hak orang lain dan potensi penyalahgunaan wewenang,” tegas Masri.
Raisin juga mengaku mendapat ancaman dari Kades saat pemeriksaan oleh kepolisian.
“Beliau mengatakan, ‘Ini bukan uang jual cengkeh dan kopra, lalu kalian seenaknya lapor saya. Saya juga akan lapor balik kalian karena pencemaran nama baik,’” tutur Raisin.
Saat dikonfirmasi media Malutekspose.com, Kepala Desa Tawa, Bahtiar Hi. Hakim, membantah tuduhan bahwa dirinya telah melakukan penipuan atau penggelapan dana santunan kematian. Ia menjelaskan bahwa dana tersebut dipotong bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan sebagai bagian dari kebijakan sosial desa.
“Dana itu saya arahkan untuk dana antisipasi bagi warga yang mengalami musibah, tetapi belum terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Ini murni untuk solidaritas sosial, agar warga yang tidak ter-cover BPJS tetap mendapat bantuan jika mengalami musibah serupa,” ungkap Bahtiar.
Ia juga menambahkan bahwa keputusan tersebut dilakukan dengan pertimbangan keadilan bagi seluruh warga desa, terutama yang tergolong kurang mampu dan belum memiliki jaminan sosial.
“Sebagai kepala desa, saya punya tanggung jawab moral untuk memastikan tidak ada warga yang merasa ditinggalkan. Saya tidak menggunakan dana itu untuk pribadi, dan pengelolaan ini semata-mata untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Terkait tuduhan yang dialamatkan kepadanya, Bahtiar menyatakan bahwa dirinya sudah memberikan keterangan resmi di hadapan pihak kepolisian dan tetap berpegang pada pernyataan tersebut.
“Saya tetap pada keterangan yang sudah saya sampaikan kepada pihak kepolisian. Tidak ada niat buruk. Semua sudah saya jelaskan dengan jujur dan terbuka,” tegasnya.
Meski demikian, tindakan pemotongan dana tanpa persetujuan ahli waris dan tanpa dasar hukum yang jelas tetap berpotensi melanggar hukum.
Jika terbukti, Kades Bahtiar dapat dijerat Pasal 372 KUHP tentang penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang penipuan, yang masing-masing membawa ancaman pidana hingga 4 tahun penjara. Selain itu, jika dinilai sebagai penyalahgunaan wewenang, Bahtiar bisa dijerat dengan Pasal 3 UU Tipikor, yang mengancam dengan pidana maksimal 20 tahun.
Dalih sosial tak bisa dijadikan tameng untuk merampas hak orang lain. Memotong dana ahli waris tanpa musyawarah atau persetujuan bukan hanya tindakan arogan, tapi juga bentuk pengkhianatan terhadap prinsip akuntabilitas dan etika pemerintahan desa.
Penulis : WR
Editor : Red