Halmahera Selatan – Ketidakpuasan peserta Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadits (STQH) ke-XXVIII perwakilan Kecamatan Gane Barat mencuat ke permukaan. Mereka menyoroti buruknya pelayanan dan kurangnya perhatian dari pihak camat selaku pimpinan kafila, yang dinilai gagal dalam mengelola kebutuhan peserta selama kegiatan berlangsung.
Sumber terpercaya media ini mengungkapkan, sejumlah keluhan bermunculan, terutama terkait keterlambatan pemberian uang saku kepada oficial dan beberapa peserta. Bahkan, tukang masak dan tenaga medis yang turut berkontribusi dalam kegiatan disebut belum menerima upah hingga pembubaran kafila. (5/5/2025)
“Pelayanan Camat ini terkesan mengabaikan oficial dan beberapa peserta lain yang terlibat dalam kegiatan STQH perwakilan Gane Barat. Parahnya, tukang masak hingga tenaga medis tidak menerima uang saku mulai kegiatan hingga pembubaran kafila,” ungkap salah satu peserta yang enggan disebutkan namanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketidakpuasan ini dinilai mencoreng semangat kegiatan keagamaan yang semestinya menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan penghargaan terhadap kontribusi semua pihak. Peserta mendesak agar kejadian ini tak terulang dalam event-event serupa mendatang dan meminta Pemda serta Inspektorat segera turun tangan untuk mengaudit anggaran kecamatan.
Oficial DAI PMBN Kecamatan Gane Barat, Ustadz Ikmal M. Kiat, S.Sos, juga mengaku tak mengetahui rincian penggunaan anggaran STQH untuk wilayahnya. Ia menegaskan bahwa dalam pengalaman sebelumnya, semua pihak yang terlibat—dari peserta hingga pendamping teknis—selalu menerima hak mereka sebelum pembubaran kontingen.
” Saya kurang tau anggaran itu peruntukannya apa-apa saja. Tapi pengalaman saya ikut STQ/MTQ dari 2010 sampai dengan 2024. Peserta, pelatih, official orang dapur, medis dan pendamping lainnya juga dapat. Dan itu diterima sebelum pembubaran kontingen kecamatan. Hemat saya, harusnya Camat sebagai Pemimpin Kafilah punya inisiatif agar pelayanan selama kegiatan lebih optimal dan meninggalkan kesan yang baik, khususnya rombongan yang ikut serta dan masyarakat pada umumnya, ” katanya menerangkan.
Sementara itu, Camat Gane Barat, Ikram M. Zen, saat dikonfirmasi, membenarkan bahwa oficial belum menerima uang operasional. Ia menjelaskan bahwa pelatih telah menerima hak mereka, namun oficial, pendamping, dan ibu-ibu dapur belum mendapatkan uang lelah karena adanya kendala pribadi dari pihak yang mengelola keuangan.
“Uang lelah akan tetap diberikan. Sementara ada halangan karena orang tua yang menangani keuangan meninggal dunia. Jadi tunggu dalam minggu ini akan diberikan uang lelah mereka,” ujarnya.
Kejadian ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Daerah dan Inspektorat. Ketidakteraturan dalam distribusi anggaran dan minimnya transparansi dari pihak kecamatan menjadi indikasi perlunya audit menyeluruh terhadap pengelolaan dana STQH.
Apalagi kegiatan keagamaan seperti ini bukan hanya ajang lomba, tetapi simbol penghormatan terhadap nilai-nilai Islam dan integritas pelayanan publik.Transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme adalah kunci dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin rombongan.
Ketika hal-hal mendasar seperti uang saku dan logistik tidak terpenuhi, maka kepercayaan publik terhadap aparat pemerintah ikut tercoreng.
Pemda dan Inspektorat tidak boleh diam—sudah saatnya audit menyeluruh dilakukan untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam pengelolaan anggaran publik, sekecil apa pun itu.