Halmahera Selatan – Inspektorat Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) kembali menjadi sorotan tajam masyarakat, khususnya warga Desa Tawa, Kecamatan Gane Barat Selatan, terkait dugaan lambannya penanganan kasus penyalahgunaan Dana Desa yang menyeret mantan Kepala Desa (Kades) Tawa, Fasri Hi. Muhammad. (6/5/2025)
Warga menilai, lembaga pengawas internal pemerintah daerah tersebut menunjukkan kelemahan dalam menegakkan fungsi pengawasan dan hukum. Terlebih, hingga kini tidak ada kejelasan atas tiga kali surat pemanggilan resmi terhadap Fasri Hi. Muhammad yang tidak digubris sejak pemberhentiannya pada November 2024 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Surat pemanggilan dengan nomor: 700/513/INSP-K/2024 tertanggal 04 Desember 2024 terkait temuan penyalahgunaan anggaran sebesar kurang lebih Rp300 juta di tahun 2023, seharusnya menjadi pintu masuk untuk tindakan tegas. Namun hingga kini, tidak ada langkah konkret dari inspektorat,” tegas Darwin, warga Desa Tawa.
Lebih memprihatinkan, muncul informasi bahwa Inspektorat masih membuka ruang bagi Fasri Hi. Muhammad untuk menyusun Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), meskipun diketahui banyak kegiatan desa tahun 2024 yang tidak dijalankan. Hal ini menimbulkan keresahan dan dugaan bahwa ada pembiaran sistematis terhadap penyalahgunaan wewenang.
“Ada narasi yang dibangun bahwa cukup dengan membayar gaji perangkat desa selama beberapa bulan, maka Fasri bisa kembali menjabat. Ini bukan hanya mencederai rasa keadilan warga, tapi juga mempermalukan semangat transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola desa,” tambah Darwin.
Darwin juga mengungkapkan, berdasarkan laporan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan nomor surat: 013/BPD-TW/XI/2024 tertanggal 15 November 2024, Fasri diduga kembali menyalahgunakan dana desa tahun anggaran 2024. Total dugaan kerugian negara mencapai Rp421.624.140, terdiri dari Rp301.624.140 dana desa reguler dan tambahan Rp120 juta dari dana desa tambahan, tanpa realisasi kegiatan yang jelas.
“Ini belum termasuk Alokasi Dana Desa (ADD) yang juga patut diaudit. Kami mendesak Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Selatan untuk tidak mengembalikan Fasri ke jabatan kepala desa. Proses hukum harus ditegakkan, bukan dinegosiasikan,” ujarnya.
Masyarakat menuntut Inspektorat melakukan audit investigatif secara menyeluruh terhadap anggaran tahun 2024 dan menyerahkan hasilnya ke aparat penegak hukum jika ditemukan indikasi pidana.
Lemahnya tindakan Inspektorat dalam kasus ini mencerminkan betapa sistem pengawasan internal di tingkat daerah masih jauh dari ideal. Ketika surat pemanggilan tak digubris dan pelanggaran yang terang-terangan tak segera ditindak, maka sesungguhnya yang dilecehkan bukan hanya hukum, tapi martabat pemerintahan itu sendiri.
Bila pengawasan hanya sebatas formalitas, maka jangan heran jika penyalahgunaan anggaran desa terus berulang dan kepercayaan publik kian runtuh.
Sudah saatnya aparat pengawasan dan penegak hukum di Halmahera Selatan menghentikan praktik kompromi dengan pelanggar. Penegakan hukum harus tegas, tanpa tebang pilih, demi menjaga marwah pemerintahan dan hak masyarakat atas keadilan.
Penulis : Red
Editor : Red