HALMAHERA SELATAN — Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Sekber Wartawan Indonesia (SWI) Maluku Utara, Hakun MS. Tomagola, mengecam keras tindakan salah satu oknum kepala desa di Halmahera Selatan yang diduga menyebarluaskan tangkapan layar (screenshot) percakapan internal Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Halsel di grup WhatsApp Retret.
Aksi tidak bertanggung jawab tersebut sempat menimbulkan spekulasi negatif di publik dan menciptakan opini yang menyesatkan.
“Ini bukan hanya persoalan etika, tapi soal mental dan moralitas aparatur. Oknum itu telah mempermalukan jabatan kepala desa dengan memelintir informasi internal dan menyebarkannya tanpa konteks. Itu tindakan tidak pantas dan tidak berwibawa,” tegas Hakun MS. Tomagola, Sabtu (1/11/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hakun menyebut, tindakan tersebut melanggar norma komunikasi birokrasi dan berpotensi mencederai kepercayaan antarpejabat pemerintahan. Menurutnya, komunikasi internal seharusnya dijaga, bukan dijadikan bahan politik atau sensasi publik.
“Percakapan internal pemerintah bukan konsumsi opini publik. Kalau ada hal administratif, semestinya diklarifikasi langsung ke atasan, bukan dijadikan bahan gosip di luar. Ini menunjukkan kedangkalan berpikir seorang penyelenggara desa,” ujarnya dengan nada tajam.
Ketua SWI Malut juga mendesak Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba, untuk segera menindak tegas oknum yang bersangkutan melalui sanksi etik dan evaluasi jabatan.
“Kami berharap Bupati Bassam tidak membiarkan hal seperti ini berulang. Ini bukan sekadar pelanggaran kecil. Ini soal tanggung jawab moral seorang aparatur yang seharusnya menjaga rahasia dan marwah pemerintah daerah,” katanya.
Menurut Hakun, pembocoran informasi internal adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik. Bila dibiarkan, tindakan seperti ini akan menjadi contoh buruk bagi aparatur lain dan memperlemah disiplin birokrasi.
“Kita semua ingin pemerintahan yang terbuka, tapi bukan pemerintahan yang bocor. Transparansi itu soal tanggung jawab, bukan kebebasan tanpa batas,” ujarnya tegas.
Hakun MS. Tomagola juga mengingatkan bahwa wartawan dan organisasi media memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keseimbangan informasi publik. Namun, katanya, tugas menjaga etika komunikasi justru pertama-tama harus dimulai dari dalam birokrasi itu sendiri.
“SWI mendukung keterbukaan informasi publik yang sehat, tapi menolak segala bentuk penyebaran informasi internal yang berpotensi memicu fitnah dan kegaduhan. Pemerintah harus menjadi contoh, bukan sumber kebisingan,” tandasnya. (WR)









