Halmahera Selatan – Keberadaan PT Intim Mining Sentosa (PT IMS) di Desa Bobo, Kecamatan Obi Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, terus menuai polemik.
Warga desa secara tegas menolak aktivitas perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah mereka, dengan alasan kurangnya transparansi dan dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Sebagai bentuk protes, masyarakat Desa Bobo menggelar aksi unjuk rasa menentang kehadiran PT IMS pada Rabu (12/2). Masyarakat menilai, perusahaan yang berada di bawah naungan grup bisnis Lygent ini tidak memberikan informasi yang jelas terkait operasionalnya serta mengabaikan keterlibatan masyarakat setempat dalam pembahasan AMDAL dan pengambilan keputusan yang dinilai hanya sepihak. (13/2/2025)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Praktisi hukum sekaligus pemerhati lingkungan dan pertambangan, Wilson Colling, S.H., M.H., menyoroti bahwa tindakan PT IMS mencerminkan lemahnya penegakan hukum di sektor pertambangan.
“Sejak tahun 2011, PT IMS telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Namun, selama bertahun-tahun tidak ada aktivitas. Tiba-tiba mereka masuk dan langsung beroperasi tanpa pemberitahuan atau koordinasi dengan masyarakat. Ini menunjukkan arogansi perusahaan yang merasa kebal hukum,” ujar Wilson.
Ia menegaskan bahwa perusahaan tambang yang bertanggung jawab harus mengedepankan transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi masyarakat sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“PT IMS seharusnya memperbaiki perizinan, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), serta membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat Desa Bobo. Jangan sampai kehadiran perusahaan ini justru menimbulkan konflik sosial,” tambahnya.