Halmahera Selatan, 20 Oktober 2025
Polemik pelantikan empat kepala desa hasil Pilkades 2023 kembali menyeret nama Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba, ke pusaran tuduhan “pembangkangan hukum.”
Tuduhan yang dihembuskan tanpa dasar ini terus digoreng di ruang publik, dibumbui narasi provokatif, dan dikemas seolah-olah sebagai kebenaran absolut. Padahal, di balik gempita opini itu, aroma politik begitu menyengat. Namun di tengah kabut fitnah yang ditebarkan, satu suara jernih muncul menembus hiruk-pikuk, “IKA Togale Halmahera Selatan”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Organisasi ini menegaskan, tudingan terhadap Bupati bukan soal hukum, melainkan upaya terencana mempolitisasi hukum untuk mengguncang stabilitas daerah dan merusak kepercayaan publik terhadap pemimpin yang sah dipilih rakyat.
IKA Togale: Hukum Bukan Alat Main Politik
Sikap IKA Togale bukan lahir dari emosi kedaerahan, tetapi dari kegelisahan kolektif masyarakat Togale yang menyaksikan hukum dipelintir demi ambisi politik jangka pendek.
Isu “pembangkangan hukum” kini disulap menjadi mantra politik murahan bagi segelintir pihak yang kehausan panggung dan popularitas. Padahal, hukum tidak boleh diartikan sesederhana slogan kampanye.
IKA Togale dengan tegas memaparkan dasar hukum tindakan Bupati Bassam Kasuba. Penerbitan SK Nomor 204 Tahun 2025 berdiri di atas landasan kokoh, Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Aturan ini secara eksplisit memberi ruang bagi pejabat mengeluarkan keputusan baru jika muncul fakta atau dasar hukum baru (novum). Fakta bahwa SK sebelumnya dibatalkan bukan berarti kewenangan pejabat gugur. Justru, dalam prinsip tata kelola pemerintahan, penerbitan SK baru dengan dasar berbeda adalah langkah korektif, bukan pelanggaran. Mereka yang menuduh “melawan putusan pengadilan” jelas gagal paham, atau sengaja menyesatkan publik. Padahal, hukum administrasi tidak bisa dibaca dengan kacamata politik jalanan.
Provokasi yang Merusak Kohesi Sosial
Belakangan, ruang publik diwarnai pernyataan-pernyataan provokatif yang menyesatkan. Ada yang bahkan dengan enteng menuding tanpa membaca norma hukum, seolah-olah negara ini bisa diatur dengan opini grup WhatsApp.
Menurut IKA Togale, tindakan semacam ini bukan bentuk keberanian demokratis, melainkan provokasi yang membahayakan kohesi sosial masyarakat Halmahera Selatan. IKA Togale mengingatkan dengan tegas, “Jangan bermain api di rumah yang sedang damai.”
Halmahera Selatan membutuhkan ketenangan, bukan kegaduhan buatan. Menyalakan bara emosi rakyat dengan isu hukum yang dipelintir adalah bentuk pengkhianatan terhadap persaudaraan di Halmahera Selatan.
Hukum Harus Jadi Penuntun, Bukan Senjata
Dalam sistem pemerintahan, stabilitas bukan kemewahan, ia adalah prasyarat pembangunan. Maka ketika ada pihak yang terus menebar kegaduhan, publik patut bertanya, Apakah mereka benar berjuang untuk rakyat, atau sekadar memburu panggung politik pribadi?
Bagi yang memahami hukum administrasi negara, putusan TUN bersifat kasuistik, hanya membatalkan SK tertentu, bukan mencabut kewenangan pejabat untuk bertindak sepanjang sesuai hukum dan kebutuhan masyarakat. Karena itu, langkah Bupati Bassam Kasuba menerbitkan SK baru bukan bentuk perlawanan terhadap hukum, tetapi pelaksanaan hukum secara bijak dan hati-hati.
Ia memperbaiki objek keputusan, menyesuaikan dasar hukum, dan memastikan roda pemerintahan desa tidak berhenti. Itu bukan pembangkangan, itu tanggung jawab moral dan administratif seorang pemimpin. IKA Togale Halsel menegaskan, menuduh langkah semacam itu sebagai pelanggaran hukum adalah bentuk kebodohan yang disengaja, atau politik yang dibungkus hukum.
Menjaga Akal Sehat Publik
Halmahera Selatan telah cukup lama hidup di bawah bayang-bayang opini yang menyesatkan. Kini saatnya publik menyalakan akal sehat. Hukum tidak boleh dijadikan peluru politik, dan demokrasi tidak boleh dikorbankan demi kepentingan kelompok kecil yang takut kehilangan pengaruh.
Perdebatan hukum boleh terus hidup di ruang akademik, tetapi jangan dijadikan bahan bakar untuk membakar suasana politik daerah. Bupati memiliki tanggung jawab administratif, IKA Togale memiliki tanggung jawab moral menjaga persatuan, dan rakyat Halsel memiliki tanggung jawab sosial untuk tidak terseret dalam permainan yang menjadikan hukum sebagai alat serang.
Bassam Kasuba bukan musuh hukum, ia bagian dari sistem hukum itu sendiri. Yang berbahaya bukan pejabat yang bekerja, tetapi mereka yang menebar dusta atas nama kebenaran.









