Halmahera Selatan — Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Halmahera Selatan menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah desa di wilayah perkotaan, dari Desa Babang hingga Swadai, Kamis pagi (12/6/2025).
Sidak ini dipimpin langsung oleh Kepala DPMD, M. Zaki Abd. Wahab—atau yang akrab disapa ZK—berdasarkan Surat Perintah Tugas Nomor: 140/58/DPMD/2025.
Namun, alih-alih menemui perangkat desa yang bersiap menyambut warga dan menjalankan pelayanan publik sejak pagi hari, pemandangan yang dijumpai justru sebaliknya. Banyak kantor desa masih tutup saat waktu apel pagi berlangsung. Di beberapa desa, bahkan tak terlihat satu pun perangkat yang hadir. Sebuah ironi yang mencederai semangat reformasi birokrasi di tingkat akar rumput.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami ingin memastikan bahwa pelayanan publik berjalan sebagaimana mestinya. Tapi faktanya, masih banyak kantor desa yang belum beroperasi aktif di pagi hari,” ujar salah satu staf DPMD yang turut dalam inspeksi tersebut.
Hasil pemantauan ini akan dilaporkan langsung kepada Kepala Dinas untuk ditindaklanjuti. ZK menegaskan komitmennya untuk mengambil langkah tegas terhadap aparat desa yang abai terhadap tugas dan tanggung jawab.
“Kami akan memanggil dan memberikan teguran kepada para aparat desa yang tidak hadir. Ini bukan hanya soal kedisiplinan internal, tapi menyangkut kepercayaan publik terhadap pemerintahan desa,” tegas ZK saat diwawancarai.
Sidak ini, jika ditarik lebih jauh, bukan sekadar soal kantor yang tutup atau staf yang tidak hadir. Ia adalah refleksi dari masalah struktural yang belum terselesaikan: lemahnya etos kerja dan kurangnya pengawasan berkelanjutan terhadap aparatur desa.
Di tengah tuntutan masyarakat akan pelayanan yang cepat, akurat, dan berintegritas, kondisi ini adalah tamparan keras.
Desa bukan lagi entitas administratif kecil yang bisa dijalankan secara suka-suka. Dengan alokasi dana desa yang terus meningkat setiap tahunnya, seharusnya hadir pula peningkatan kualitas pelayanan dan tata kelola. Namun apa jadinya jika kantor desa justru lebih sering kosong di saat warga membutuhkan pelayanan? Ini bukan hanya soal absensi, tapi juga soal akuntabilitas.
Langkah DPMD melakukan sidak patut diapresiasi sebagai bentuk pengawasan langsung yang nyata. Namun langkah ini harus berkelanjutan, bukan sekadar gertakan sesaat. Dibutuhkan sistem penilaian dan sanksi yang jelas, serta reward bagi desa yang mampu menunjukkan performa baik.
ZK dan jajaran DPMD tampaknya paham bahwa kedisiplinan adalah fondasi dari pelayanan publik yang bermartabat. Maka rencana mereka untuk memperluas pemantauan hingga ke 249 desa lain di seluruh Halmahera Selatan patut mendapat dukungan luas. Bukan hanya sebagai bentuk kontrol, tapi juga sebagai upaya membangun budaya kerja yang lebih profesional dan berorientasi pada masyarakat.
Akhirnya, sidak ini menjadi pengingat bahwa pemerintahan, sekecil apapun skopnya, tetaplah institusi publik yang harus menjawab kepercayaan rakyat. Kantor desa yang tutup di pagi hari bukan hanya pintu yang terkunci, tapi simbol dari amanah yang belum ditunaikan.
Penulis : Red
Editor : Red